IPK > 3,5 BIASANYA JADI DOSEN ATAU SAINTIS.
3,5 > IPK > 2,5 BIASANYA JADI PEGAWAI.
IPK < 2,5 BIASANYA JADI CEO.
Oiya satu lagi, IPK = 2,75 biasanya jadi PNS, hehehe.
Jangan tersinggung, pada awalnya gue juga agak emosi ngebacanya. Apalagi dulu pas ke Gramed nemuin buku, “Why A Student Work for C Student, and B Student Work for Government“¹. Bukunya gue banting. *dikejar-kejar orang Gramed
Agak kesel dan keki sih, orang-orang pinter itu emang mudah tersinggung kalo bicara soal beginian, ehem.
Emm.. kayaknya hampir setiap mahasiswa di tingkat pertama emang pada masuk golongan A student deh, baru ketika menjelang tingkat 2 dan 3, seperti terseleksi alam, baru keliatan mana yang A beneran, sama yang A KW super. Gue juga termasuk golongan A student di tingkat-tingkat awal, pas tingkat kedua, ternyata gue masuk ke golongan KW 3.
Pas tingkat awal, gue nggak tertarik sama buku (yang dibahas) di atas, cuma pas menjelang tingkat akhir, karena kepalang depresi sama IPK, gue beli dah itu buku.
Setelah gue baca, isinya… W-O-W.
**

KENAPA NILAI A JADI KARYAWAN

Buku yang tebelnya ngelebihin make up Sihrini itu, terdiri dari beberapa BAB yang ngebahas tentang ‘kenapa’ bisa mahasiswa A dipekerjakan sama mahasiswa C?
Ternyata setelah gue baca, semua itu lebih kepada kecenderungan cara berpikir dan bekerja. Nih, kira-kira begini perbedaannya;

MAHASISWA A CENDERUNG;

  • Mengandalkan logika
  • Mengambil keputusan berdasarkan hasil yang pasti
  • Individual
  • In of the box, bekerja pada system
  • Bekerja berdasarkan keteraturan
  • Bekerja pada zona aman

, SEDANGKAN MAHASISWA C CENDERUNG;

  • Mengandalkan insting dan intuisi
  • Terbiasa dengan ketidakpastian dan risiko
  • Mereka mempengaruhi orang (mungkin karena nggak bisa apa-apa kali ya)
  • Out of the box, pendobrak system
  • Tidak teratur
  • Cepat bosan
Ketika membaca buku ini, gue bertanya-tanya sendiri, “Emang gitu ya?” sambil membayangkan antara gue dengan beberapa temen di kampus yang golongan “A student”, dan kecenderungan itu… benar.
“Wuih, bakal jadi boss nih gue.”, idung gue kembang-kempis kurang nitrogen.
Dipikir-pikir emang bener sih, kebanyakan temen gue yang langganan dapet nilai A, anaknya individual; ke kantin sendiri, masuk kelas sendiri, pulangnya sendiri, bahkan boker aja sendiri (iyalah bego). Sebagian yang lain kurang gaul dan kaku. Kalau bekerja harus terformat dan sangat teratur. Kalo dapet nilai kurang sedikit, jadi stress berat, padahal bagi sebagian orang, nilai dia udah gede sendiri.
Beda sama temen gue yang golongan “C student”, anaknya rame, susah diatur, cerdik, kadang licik
sering juga kayak tai, bahkan berani gila di depan public, kalo ngapa-ngapain nggak pake mikir, bilangnya sih itu instingnya dan nggak jarang juga dia kena batunya. Tapi entah kenapa orang-orang kayak gini justru menyikapi hidup dan masalah dengan sederhana, dan ketika temannya ada masalah, entah kenapa mereka-merakalah yang paling care. Ya, mungkin itu cara dia basa-basi biar bisa dipinjemin utang.
Soal pergaulan. Jujur, anak yang paling asik adalah temen dari golongan “C student”.
**
So, apa kaitannya nanti dengan karier?
Kecenderungan di atas itu nggak mutlak, di setiap individu pasti ada pengecualian, nggak selalu A student lebih baik, nggak selalu juga C student lebih baik.
Di dunia kerja nanti, setiap orang dibutuhkan untuk mengisi posisi tertentu. Di bagian keuangan contohnya, tentunya diperlukan orang-orang yang teratur dan strict, lebih tepat diisi oleh golongan A, kalo diisi sama golongan C, mungkin kebakaran itu perusahaan. Atau di bagian marketing, lebih tepat diisi oleh orang-orang golongan C, karena mereka cenderung lebih asik dengan klien-nya nanti. Bisa dibayangkan kalo orang introvert jadi marketing,
“… …”
“Ini produk apa ya Pak?”, tanya konsumen.
“… …”
“Ini produk kesehatan ya Pak?”
“… …”
“Pak, kok diem aja Pak? Cepirit Pak?”
“… …”
Terus kenapa golongan A bisa dipekerjakan sama golongan C?
Ingat, otak dan nilai adalah dua hal berbeda, nggak bisa dijadiin relevansi. Bisa jadi golongan C yang berada di atas golongan A, karena mereka punya kecerdasan selain intelektual, misal kecerdasan emosional, punya pengalaman tertentu, atau main dukun.
Tapi betul adanya, keberhasilan itu biasanya relevan dengan leadership. Leadership ini erat kaitannya dengan influencing people (mempengaruhi orang lain) (Carnegie, 1936)². Contoh mudahnya seperti Naruto dan Sasuke, Naruto itu bego, Sasuke itu jenius, tapi di akhir cerita Naruto yang jadi Hokage, karena dia menjadi leader dan mempengaruhi banyak orang. (Sorry kalo spoiler).
Tapi, bukan berarti yang golongan A nggak bisa jadi atasan juga. Akan lebih baik jika punya kedua kepintaran ini: intelektual dan emosional. Yang jelas, golongan mana aja bisa jadi boss, bisa juga jadi karyawan, tergantung hidup yang dia pilih. Gitu kali ya. Udah ah.
¹ Robert T, Kiyosaki.
² How to Influence People and Make Friends, Dale Carnegie.
http://maulasam.id/kenapa-nilai-a-jadi-karyawan-tapi-nilai-c-jadi-boss/